Selasa, 14 Oktober 2014

Lorong Waktu


 05: 43, 07 Oktober 2014 dan masih 2014
rumah Orang Tua, Wanayasa yang mulai beku
Beberapa dekade, waktu  menyita kebahagiaan saya bersama hal-hal yang tak satu orangpun mengerti. Saya mendadak seperti orang linglung yang tak punya arah. Entah mau dibawa kemana tubuh beserta perangkatnya ini. Saya seperti sedang hidup bukan di dunia sendiri. saya kehilangan dunia saya. Dunia yang membuat saya tertawa sendiri, menangis sendiri, kadang meratap sendiri. Dan itu menyenangkan. Ya, saya terdengar autis disini.
Kali ini, saya merasa masih dalam mimpi panjang. Dan sekejap, sayapun ingin segera terjaga dari tidur. Ini sungguh tidak enak. Sepanjang jalan,  saya selalu berharap ini mimpi, meski saya tau pasti bahwa ini kenyataan. Ini bukan mimpi. Fuck. Ini sungguh-sungguh realita. Tetap saja, walaupun saya tau segala kenyataan di dunia hanyalah sandiwara, saya merasa semua ini menyebalkan. Semoga tak selamanya tak menyenangkan. Amiiin..
You know every reader? Saya sudah dilamar orang. Ya, lelaki. Dan tampan. Dua hari selepas putus dengan pacar saya yang LDR itu, saya kenalan dengan seseorang. Setelah seminggu, dia langsung meminang saya bersama keluarganya. Tapi bukan hanya dengan Bismillah. Dan entah dengan atau tidak. Dengan mungkin yaa.. Well, saya flat aja gitu dilamar orang. Setelah lewat seminggu dilamar, saya baru merasa sadar. Saya kaget. Sekali.
Mengapa saya mau saja menerima lelaki yang baru saya kenali? Inikah yang dimaksud “tak bisa melawan takdir” ?? Iyeu kah? Dalam kaget itu, saya membisu. Serasa  jiwa saya kosong.
If i could i want turn back the time, dan tak mungkin...
sayang, lorong waktu tak pernah ada..
Meski pernikahan saya belum pasti, kadang saya berfikir, mengapa Tuhan tidak jodohkan saja saya dengan lelaki yang sudah kenal jauh dengan saya? Biar mudah. Mudah diterima. Ya, kadang kita sulit menerima hal, yang sebenarnya sudah nurani setujui. Nafsu kali ya namanya? Mengapa kita tidak dijodohkan saja dengan seseorang yang sudah sekian lama mewarnai hari-hari kita? Dan semuanya terasa begitu berkesan. Bukan dengan orang yang asing, siapa dia? mungkin semua akan terasa lebih baik.
Tapi semua hanya “mungkin”. Kita tak pernah tau rencana Tuhan yang mungkin lebih indah dari apa yang kita idamkan. Bukankah kita berharap selalu diberikan yang terbaik? Dan mungkin juga inilah yang terbaik untuk saya? Tinggal meregangkan otak, dan mulai menerima apapun yang ada di depan mata. Syukuri saja. InsyaAllah akan menjadi indah.. :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar